الأربعاء، 5 ديسمبر 2012

Pelajaran Berharga Tante Ratna

Selama aku masih menganggur, aku sering ke rumah Tante Ratna. Selama di sana aku membantu membersihkan halaman dan mengatur perkakas rumah. Maklum tanteku itu hidup sendirian. Untuk urusan angkat-mengangkat (mengangkat barang red) ia tidak sanggup. Suatu sore setelah aku menggeser pot di halaman agar kelihatan rapi, aku mau ke kamar mandi, mau cuci tangan dan buang air. Toilet Tante Ratna ada di dalam kamarnya, sehingga kalau mau ke kamar mandi harus ke kamarnya dulu. Tanpa ragu-ragu kubuka kamar yang tidak terkunci itu untuk menuju kamar mandi. Begitu kubuka pintu kamarnya aku kaget, kulihat Tante Ratna baru saja selesai mengeringkan badannya dengan handuk sehabis mandi. Saat kubuka pintu tadi, Tante Ratna sedang dalam keadaan telanjang membelakangiku. Tante Ratna rupanya tidak menyadari kalau aku sedang memperhatikan pinggul dan bokongnya dengan gemetar. Beberapa menit kemudian kututup kembali pintunya, dengan perasaan yang galau dan takut karena memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.

Malamnya aku tidak bisa tidur, kemaluanku berdiri terus. Aku keluar dari kamar, rupanya Tante Ratna sedang nonton TV sendirian. Aku mau menegurnya tapi tunggu dulu, Tante Ratna sedang memakai pakaian yang merangsang, pahanya yang putih tersingkap, sementara tangan kanannya rupanya sedang mengelus kemaluannya sendiri. Aku diam-diam duduk agak di belakang posisi duduknya sambil memperhatikan tingkahnya tersebut dengan sedikit was-was. Akhirnya dengan perasaan yang makin kacau aku kembali ke kamar.

Kemaluanku yang makin tegang akhirnya kukeluarkan juga, sambil kuelus-elus.

Beberapa menit kemudian kejantananku sudah sedemikian kencang dan terasa ingin keluar.

Tiba-tiba terdengar suara Tante Ratna, "Kenapa Tok, kepanasan ya?"

"Eh.. iya Tante," jawabku terbata-bata.

"Kamu kenapa?" tanyanya tanpa melihat ke arah kemaluanku.

Aku penasaran dan dengan memberanikan diri, kubiarkan terus kemaluanku tergerai di luar celana dalamku.

"Nggak tahu nih Tante, ini tegang terus," sambil kutunjukkan kemaluanku.

Tante Ratna melihatnya sekilas dengan tenang. Tante Ratna terus masuk ke kamarku tanpa mempedulikan lagi kejantananku yang menantang.

"Tok, tolongin Tente dong, kelilipan nih.." sambil mengucek-ngucek matanya.

Aku berdiri dan kuhampiri, instingku mengatakan bahwa ini adalah isyarat saja agar aku mendekatinya.

   

   

Pikiranku sudah sangat jorok. Kuhampir Tante Ratna, senjataku yang sudah siap tempur mengarah lurus ke depan menuju perutnya. Lalu kupeluk Tante Ratna, batang kemaluanku terjepit di perutnya, tanganku meremas ke arah payudaranya. Rupanya Tante Ratna tidak memakai BH. Aku semakin berani, kusingkapkan dasternya, kugapai payudaranya dengan penuh nafsu. Tante Ratna diam saja. Tenang saja dia. Kuciumi lehernya dari belakang, payudaranya masih kencang. Beberapa saat kemudian payudaranya makin keras dan putingnya makin menantang. Nafas Tante Ratna sudah mulai mendesah-desah tanda dia mulai terangsang.

Kubuka dasternya, kulihat tubuhnya yang putih mulus. Kulepas celana dalamnya, bulu kemaluannya lebat di atas kulitnya yang putih. Tanpa kusadari kami sudah saling berpelukan tanpa dibatasi selembar benangpun. Tante Ratna sudah membalas ciumanku dengan buasnya. Tubuhku semuanya diciumi, sampai ke bawah, terus ke perut, terus ke bawah lagi dan sampailah ke arah kemaluanku yang sudah ia genggam sejak tadi, barangkali takut kusembunyikan. Aku mengambil posisi duduk di pinggir tempat tidur, sementara dengan gerakan yang berpengalaman ia mulai mengulum dan menjilati kejantananku sambil tangannya mengocok dengan lembut. Aku merasa nikmat yang luar biasa, bersamaan dengan itu keluarlah maniku, sebagian menyemprot ke hidungnya yang mungil. Tante Ratna masih mengocok-ngocok sambil meremas-remas kemaluanku, sehingga tuntas sudah sperma yang kukeluarkan tadi. Tante Ratna kelihatan puas. Apalagi aku, seribu kali puas. Tante Ratna masih terus mempermainkan kemaluanku yang sudah tidak sekeras tadi meskipun belum juga menyusut. Tante Ratna terus mempermainkan kemaluanku.

Penis kamu bagus To, besar lagi." Aku tidak menjawab, hanya tersenyum manja. Oleh kelihaian tangannya, segera kurasakan kembali rasa nikmat seperti saat ngaceng tadi. "To, Penis mu sudah ngaceng lagi. Masukin ke gawukku yuk." Lalu Tante Ratna mengambil posisi terlentang di sebelahku, mani yang menempel di wajahnya sudah dibersihkan dengan bantal.

Tanpa diperintah lagi, aku mengambil posisi sebaliknya. Kuarahkan kemaluanku ke liang senggamanya yang merah merekah, dibimbingnya batang kejantananku dengan tangannya, digosok-gosokkan kepala kemaluanku di atas liang senggamanya yang sudah basah ke arah atas dan bawah kemaluannya. Kemudian diarahkan tepat di depan gerbang kemaluannya. Sekali lagi tanpa diperintah dan hanya berdasarkan naluri saja kutusukkan seluruh batang kemaluanku ke dalam liang sorganya. Liang senggamanya terasa sempit, dan dindingnya terus memijit-mijit kemaluanku yang semakin mengeras di dalam goa nikmatnya. Kudengar ia menjerit-jerit kecil menikmati gesekan kemaluanku dengan sempurna. Tanpa kusadari bokongku sudah naik turun yang mengakibatkan batang kemaluanku keluar masuk liang senggamanya. (Barangkali pembaca belum kuceritakan bahwa sekalipun aku belum pernah main perempuan, dengan Tante Ratna ini, baru pertama kalinya aku melakukan sendiri apa yang dinamakan senggama, seperti yang pernah kulihat di film biru)

   

   

Tidak lama kemudian nafas Tante Ratna semakin cepat, bersamaan dengan itu ia semakin kencang menaikkan pinggulnya sehingga liang kenikmatannya meremas-remas mesra batang kejantananku. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Dan kudengar Tante Ratna berteriak, "Keluarkan sama-sama To.." Ia mendekap kuat-kuat punggungku, diciuminya bibirku dengan buasnya. Tubuhnya mengejang dan, "Ooohh.. Iihhh.. Oohh.." suaranya kali ini keras sekali, di malam yang sunyi.

Kami tidur bersama malam itu. Ia pulas sekali tertidur. Sedangkan aku tidak. Mataku terus melotot. Kejantananku tidak mau kompromi, tetap tegak sempurna. Sekali-kali kuremas payudaranya, ia tetap tidur lelap, kuelus goa kenikmatannya, ia juga diam saja.

Kudekatkan lampu duduk di depan selangkangannya. Kupermainkan liang kewanitaannya, kuelus, kusibakkan kedua bibirnya dan kuperhatikan semuanya. Kuraba-raba klitorisnya yang tersembunyi di atas bibir kemaluannya. Oh, baru pertama aku melihat pemandangan ini. Sekali-kali Tante Ratna bangun untuk kemudian tertidur lagi. "Aku ngantuk Tok," katanya pelan. Melihat kemaluannya yang bebas tersebut, kumanfaatkan dengan sepuas-puasnya. Akhirnya kukecup juga bibir Tante Ratna lalu kujilati, Tante Ratna kulihat bergelinjang kegelian sebentar. Lama kuhisap-hisap, kujilati klitorisnya sampai basah.

Basah oleh ludahku bercampur dengan lendir yang keluar dari liang senggamanya.

Diangkat-angkatnya pinggul Tante Ratna, menandakan ia keenakan, seakan ingin lidahku terus menjilatinya.

Melihat Tante Ratna sudah memberikan tanggapan, segera kutiduri lagi Tante Ratna untuk kedua kalinya. Tante Ratna kali ini bersikap pasif mungkin masih kelelahan, kumasukkan kejantananku, kali ini terasa agak seret. Tante Ratna merintih, "Pelan-pelan Tok, sakit.." Aku menurutinya. Pelan-pelan kumasukkan batang kejantananku ke dalam liang senggamanya yang seret itu, sampai semuanya habis tertelan oleh kemaluan Tante Ratna. Kugoyang sebentar, keluarlah maniku dengan deras.

Begitulah, berkali-kali kusetubuhi Tante Ratna, baik dalam keadaan sadar maupun tidak.

Aku tidak bisa menghitung berapa kali air maniku muncrat. Sampai akhirnya aku

benar-benar kelelahan dan tertidur.

Sejak saat itu aku jadi sering ke rumah Tante Ratna. Sampai akhirnya aku diterima kerja di kota lain. Saat ini usianya mungkin sudah 55 tahun. Kadang-kadang aku masih suka mengunjunginya, dan tidak lupa memberikan siraman air kenikmatan ke dalam kemaluannya.

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق